SMP ISLAM YOGYAKARTA MENERIMA PESERTA DIDIK BARU TAHUN PELAJARAN 2024/2025

Ahlu Sunnah Wal Jamaa'ah

Rasulullah SAW. berpesan, bahwa nanti pada akhir zaman akan muncul kelompok anak-anak muda yang menamakan dirinya "Khoiril Bariyah (Kami adalah kelompok yang paling benar)" tetapi iman mereka hanya sampai tenggorokan (tidak sampai di hati).  Jangan Engkau hadapi mereka dengan dalil-dalil Qur'an. Karena mereka ahli dalam dalil qur'an. Pesan Rasulullah: "Hadapilah mereka dengan Sunnah-Ku".

Semua orang Islam menyatakan diri sebagai Ahlussunnah, tapi kebanyakan bukan menilai berdasarkan hujjah tetapi lebih kepada siapa yang menyampaikan. kalau yang menyampaikan golongan mereka maka mereka tidak perlu lagi melihat apa benar atau salah.

Bukankan dalil "...Sataftariku 'ala Ummaty .... Wahiyal Jama'ah", umatku akan pecah menjadi 73 golongan dan hanya 1 yang selamat dan dia adalah Ahlussunnah Waljamaah, padahal Jamaah yang dimaksud khalifah Umar adalah La Islama illa bil jamaah wala jamaata illa bil Imaroh wala imarota illa bith thoat.

Lalu siapa Ahlus Sunnah Wal Jama’ah itu ?

A. NAMA AHLUS SUNNAH WAL JAMA'AH

Ahlus Sunnah wal Jama’ah ialah makna istilah dari Ahlus Sunnah dan Ahlul Jama’ah. 

Adapun maksud dari Ahlus Sunnah ialah Orang-orang Islam yang di dalam tauhidnya mengikuti Madzhab Imam Abul Hasan al-Asy’ari ( 260 H – 330 H ) atau Madzhab Imam Abu Mansur al Maturidi as Samarqandi (wafat 332 H). 

Sedangkan Ahlul Jama’ah ialah orang-orang Islam yang di dalam Fiqh-nya mengikuti salah satu dari madzhab Imam empat yaitu :
1. Imam Abu Hanifah (80 H – 158 H) : Hanafi
2. Imam Malik bin Anas (93 H – 179 H) : Maliki
3. Imam Muhammad bin Idris bin Syafi’i (150 H – 204 H) : Syafi’i
4. Imam Ahmad bin Hanbal (167 H – 241 H) : Hambali 

1. AHLUS SUNNAH

Syaikh Ahmad Amin berkata : “Bahwa ulama ahlus sunnah, dari madzhab As ‘ariyyah dan madzhab Maturidiyyah, semuanya berkata bahwa mereka tidak membawa barang (ajaran) baru di dalam madzhab mereka. Mereka hanyalah mengikuti madzhab salaf, yaitu madzhab para sahabat dan tabi’in”. 

Keterangan : Madzhab salaf / madzhab para sahabat dan tabi’in yang dimaksud di sini adalah madzhab dalam aqidah bukan fiqih, karena madzhab dalam bidang fiqih pada waktu itu belum ada.

2. WAL JAMA'AH : 

Yang mengikuti golongan mayoritas / Jumhur. 

“Bahwa Ibnu Majah menceritakan hadist yang sanadnya dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah SAW bersabda : Umatku takkan berkumpul (bersepakat) atas perbuatan sesat, apabila kalian melihat perpecahan maka masuklah ke dalam golongan terbesar”.

Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari berkata : 

“Oleh karena sebelas madzhab yang haq (memenuhi syarat) telah punah (karena tidak dibukukan dan tidak dilestarikan oleh murid-murid mereka selain madzhab yang empat), maka mengikuti salah satu dari madzhab yang empat itu berarti mengikuti golongan terbesar dan keluar dari empat madzhab itu berarti keluar dari golongan terbesar“.

Syaikh Abdullah Ba Alwi al-Haddad berkata :

“Dan Rasulullah ‘alaihissalatu wassalam memerintahkan manakala ada perpecahan, agar tetap pada hitam-hitaman yang besar yaitu jumhur dan golongan terbanyak dari kaum Muslimin. Dan “Alhamdulillah” bahwa Ahlus Sunnah senantiasa tidak berubah sejak masa awal hingga masa kini adalah golongan terbesar, dan sah bahwa mereka adalah sebagai kelompok yang selamat“.

SEJARAH AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH

Ahlus Sunnah lahir pada masa Daulah Abbasiyah, dan karena ulah tiga khalifah

A. DAULAH ABBASIYAH (132 H – 656 H)

Daulah Abbasiyah berdiri setelah Daulah Muawiyyah runtuh, kemudian Abdullah bin Muhammad bin Abdillah bin al Abbas (as Saffah) bertahta sebagai khalifah yang pertama. Pada waktu itu, wilayah kekuasaan Islam meliputi satu Jazirah Arab dan tiga belas iqlim (Negara) lainnya, dan pusat pemerintahannya di Anbar, kemudian dipindah ke Baghdad setelah selasai dibangun oleh Ja’far Al-Mansur (Khalifah kedua). Baghdad dibangun secara besar-besaran sehingga menjadi kota yang terbesar, terindah dan termaju di seluruh dunia dan berbagai ilmu tumbuh dan berkembang di sana.

Selama 523 tahun Daulah Abbasiyah diperintah oleh 37 Khalifah, dan 4 Khalifah diantaranya Khalifah ke 7, 8, 9, 10 yang mempunyai sejarah amat menyentuh serta berkaitan dengan sejarah Ahlus Sunnah Wal Jama;ah. Maka ke-4 Khalifah itu sajalah yang akan kita sebut (kaji) dalam sejarah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, yaitu sebagai berikut :
1. Khalifah ke-7 : Ma’mun bin Harun ar Rasyid
2. Khalifah ke-8 : Mu’tashim bin Harun ar Rasyid
3. Khalifah ke-9 : Watsiq bin Mu’tashim bin Harun
4. Khalifah ke-10 : Mutawakkil bin Mu’tashim

Ahlu Sunnah masa Daulah Abbasiyah akan dibahas tersendiri.

Sebenarnya sistem pemahaman Islam menurut Ahlussunnah wal Jama’ah hanya merupakan kelangsungan desain yang dilakukan sejak zaman Rasulullah SAW dan Khulafaur-rasyidin. Namun sistem ini kemudian menonjol setelah lahirnya madzhab Mu’tazilah pada abad ke II H. 

Seorang Ulama’ besar bernama Al-Imam Al-Bashry dari golongan At-Tabi’in di Bashrah mempunyai sebuah majlis ta’lim, tempat mengembangkan dan memancarkan ilmu Islam. Beliau wafat tahun 110 H. Diantara murid beliau, bernama Washil bin Atha’. Ia adalah salah seorang murid yang pandai dan fasih dalam bahasa Arab.

Pada suatu ketika timbul masalah antara guru dan murid, tentang seorang mu’min yang melakukan dosa besar. Pertanyaan yang diajukannya, apakah dia masih tetap mu’min atau tidak? Jawaban Al-Imam Hasan Al-Bashry, “Dia tetap mu’min selama ia beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, tetapi dia fasik dengan perbuatan maksiatnya.” Keterangan ini berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits karena Al-Imam Hasan Al-Bashry mempergunakan dalil akal tetapi lebih mengutamakan dalil Qur’an dan Hadits.

Dalil yang dimaksud, sebagai berikut;

Pertama, dalam surat An-Nisa’: 48;

اِنَّ اللهَ لاَيَغْفِرُاَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُمَادُوْنَ ذلِكَ ِلمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدِافْتَرَى اِثْمًاعَظِيْمًا. - النساء : 48

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa seseorang yang berbuat syirik, tetapi Allah mengampuni dosa selain itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barang siapa yang mempersekutukan Tuhan ia telah membuat dosa yang sangat besar.”

Kedua, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

عَنْ اَبِى ذَرٍ رَضِىَاللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَاللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتِانِى اتٍ مِنْ رَبىِ فَأَخْبَرَنِى اَنَّهُ مَنْ مَاتَ مِنْ اُمَّتِى لاَيُشْرِكُ بِاللهِ دَخَلَ اْلجَنَّةَ. قُلْتُ: وَاِنْ زَنىَ وَاِنْ شَرَقَ. قَالَ وَاِنْ زَنىَ وَاِنْ سَرَقَ رواه البخارى ومسلم.

“Dari shahabat Abu Dzarrin berkata; Rasulullah SAW bersabda: Datang kepadaku pesuruh Allah menyampaikan kepadamu. Barang siapa yang mati dari umatku sedang ia tidak mempersekutukan Allah maka ia akan masuk surga, lalu saya (Abu Dzarrin) berkata; walaupun ia pernah berzina dan mencuri ? berkata (Rasul) : meskipun ia telah berzina dan mencuri.” (Diriwayatkan Bukhari dan Muslim).

فَيَقُوْلُ وَعِزَّتِى وَجَللاَ لِى وَكِبْرِيَانِى وَعَظَمَتِى لأَُخْرِجَنَّ مِنْهَا مَنْ قَالَ لاَاِلهَ اِلاَّ اللهُ. رواه البخارى.

“Allah berfirman: Demi kegagahanku dan kebesaranku dan demi ketinggian serta keagunganku, benar akan aku keluarkan dari neraka orang yang mengucapkan; Tiada Tuhan selain Allah.”

Tetapi, jawaban gurunya tersebut, ditanggapi berbeda oleh muridnya, Washil bin Atha’. Menurut Washil, orang mu’min yang melakukan dosa besar itu sudah bukan mu’min lagi. Sebab menurut pandangannya, “bagaimana mungkin, seorang mu’min melakukan dosa besar? Jika melakukan dosa besar, berarti iman yang ada padanya itu iman dusta.”

Kemudian, dalam perkembangan berikutnya, sang murid tersebut dikucilkan oleh gurunya. Hingga ke pojok masjid dan dipisah dari jama’ahnya. Karena peristiwa demikian itu Washil disebut mu’tazilah, yakni orang yang diasingkan. Adapun beberapa teman yang bergabung bersama Washil bin Atha’, antara lain bernama Amr bin Ubaid.

Selanjutnya, mereka memproklamirkan kelompoknya dengan sebutan Mu’tazilah. Kelompok ini, ternyata dalam cara berfikirnya, juga dipengaruhi oleh ilmu dan filsafat Yunani. Sehingga, terkadang mereka terlalu berani menafsirkan Al-Qur’an sejalan dengan akalnya. Kelompok semacam ini, dalam sejarahnya terpecah menjadi golongan-golongan yang tidak terhitung karena tiap-tiap mereka mempunyai pandangan sendiri-sendiri. Bahkan, di antara mereka ada yang terlalu ekstrim, berani menolak Al-Qur’an dan Assunnah, bila bertentangan dengan pertimbangan akalnya.

Semenjak itulah maka para ulama’ yang mengutamakan dalil al-Qur’an dan Hadits namun tetap menghargai akal pikiran mulai memasyarakatkan cara dan sistem mereka di dalam memahami agama. Kelompok ini kemudian disebut kelompok Ahlussunnah wal Jama’ah. Sebenarnya pola pemikiran model terakhir ini hanya merupakan kelangsungan dari sistem pemahaman agama yang telah berlaku semenjak Rasulullah SAW dan para shahabatnya.

*) Endarka Hana adalah Staf Edukatif Mapel Tarikh SMP Islam Yogyakarta

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Ahlu Sunnah Wal Jamaa'ah"

Posting Komentar

Program Reguler dan Boarding Shcool
PPDB 2020