Keutamaan dan Keberkahan Hari Jum'at
Hari Jum'at adalah hari yang utama dalam sepekan. Hari Jum'at adalah hari yang diberkahi, yang dengannya Allah SWT mengistimewakan kaum Muslimin di antara ummat-ummat lainnya.
Keutamaan dan keberkahan hari yang mulia ini dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Keutamaan dan kemuliaan disebutkan dalam banyak hadits,
Di antaranya, riwayat Imam Muslim, dari Abu Hurairah RA bahwasanya Nabi Mhammad SAW bersabda:
خَيْرُ يَوْمٍ طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ يَوْمُ الْجُمُعَةِ , فِيهِ خُلِقَ آدَمُ , وَفِيهِ أُدْخِلَ الْجَنَّةَ وَفِيهِ أُخْرِجَ مِنْهَا , وَلاَ تَقُومُ السَّاعَةُ إِلاَّ فِي يَوْمِ الْجُمُعَةِ
"Sebaik-baik hari yang diterangi oleh matahari adalah hari Jum'at. Pada hari itu, Adam diciptakan. Pada hari itu Adam di masukkan ke dalam Surga. Pada hari itu, Adam dikeluarkan dari Surga. Dan, hari kiamat itu tidak terjadi kecuali pada hari Jum'at." [Shahih Muslim [II/585], Kitab "al Jumu'ah," Bab "Fadhl Yaumil Jumu'ah."]
Dari Abu Hurairah RA dan Hudzaifah RA, keduanya berkata: "Rasulullah SAW bersabda:
'Allah SWT telah menyesatkan ummat sebelum kita dari hari Jum'at. Maka hari Sabtu untuk orang-orang Yahudi dan hari Ahad untuk orang-orang Nasrani. Lalu, Allah SWT mendatangkan dan menunjukkan kita kepada hari Jum'at ..." [HR. Imam Muslim dalam kitab Shahiih-nya [II/286], Kitab "al-Jumu'ah," Bab "Hidaayah Haadzihil Ummah li Yaumil Jumu'ah."]
... أَضَلَّ اللهُ عَنِ الْجُمُعَةِ مَنْ كَانَ قَبْلَنَا , فَكَانَ لِلْيَهُوْدِ يَوْمُ السَّبْتِ , وَكَانَ لِلنَّصَارَى يَوْمُ الأَحَدِ , فَجَاءَ اللهُ بِنَا فَهَدَانَا اللهُ لِيَوْمِ الْجُمُعَةِ
'Allah SWT telah menyesatkan ummat sebelum kita dari hari Jum'at. Maka hari Sabtu untuk orang-orang Yahudi dan hari Ahad untuk orang-orang Nasrani. Lalu, Allah SWT mendatangkan dan menunjukkan kita kepada hari Jum'at ..." [HR. Imam Muslim dalam kitab Shahiih-nya [II/286], Kitab "al-Jumu'ah," Bab "Hidaayah Haadzihil Ummah li Yaumil Jumu'ah."]
2. Adanya satu waktu mustajab [dikabulkannya do'a]
Dalam kitab Shahiihul Bukhari dan Shahiih Muslim disebutkan dari Abu Hurairah RA :"Rasulullah SAW menyebutkan [salah satu keutamaan] hari Jum'at, lalu bersabda:
'Di dalamnya terdapat satu waktu, tidaklah seorang hamba Muslim mendapati waktu tersebut dalam keadaan shalat sambil memohon sesuatu kepada Allah SWT, melainkan Allah memberikan kepadanya apa yang dimohonkannya.'
فِيْهِ سَاعَةٌ لاَ يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ , وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّي , يَسْأَلُ اللهَ تَعَالَى شَيْئًا إِلاَّ أَعْطَاهُ إِيَّاهُ , وَأَشَارَ بِيَدِهِ يُقَلِّلُهَا
'Di dalamnya terdapat satu waktu, tidaklah seorang hamba Muslim mendapati waktu tersebut dalam keadaan shalat sambil memohon sesuatu kepada Allah SWT, melainkan Allah memberikan kepadanya apa yang dimohonkannya.'
Beliau berisyarat dengan tangan beliau yang mengindikasikan sedikitnya waktu tersebut."{[Shahiihul Bukhari [I/224], Kitab 'al-Jumu'ah, "Bab "as-Saa'ah al-Latii fii Yaumil Jumu'ah,"] dan [Shahiih Muslim [II/584], Kitab "al-Jumu'ah,"Bab "as-Saa'ah al-Lati fii Yaumil Jumu'ah."]}.
Namun, para ulama dari kalangan Sahabat, Tabi'in, dan orang-orang setelah mereka, masih berbeda pendapat mengenai waktu ini; apakah masih tetap berlaku [hingga saat ini] ataukah telah dihilangkan? Mengenai pendapat yang menganggapnya masih tetap berlaku, para ulama berbeda pendapat mengenai batasannya, hingga lebih dari tiga puluh pendapat, seperti dikutip oleh al-Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah, lengkap dengan dalil-dalilnya. [Lihat Fat-hul Baari [II/416-421].
Di antara pendapat-pendapat ini, bisa dikatakan ada dua pendapat:
Pertama, waktu mustajab itu dimulai sejak duduknya imam [di mimbar] hingga berakhirnya shalat.
Salah satu dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Shahiih-nya, dari hadits Abu Burdah bin Abu Musa al-Asy'ari RA, 'Abdullah bin "Umar RA bertanya kepadanya: "Apakah kamu pernah mendengar ayahmu menyampaikan hadits dari Rasulullah SAW mengenai masalah satu waktu [mustajab] di hari Jum'at?" Abu Burdah berkata: "Ya, aku pernah mendengar ayahku berkata: 'Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda:
'Waktu itu adalah antara duduknya imam hingga berakhirnya shalat." [Shahiih Muslim [II/584], Kitab "al-Jumu'ah," Bab "Fis Saa'ah al-Latii fii Yaumil Jumu'ah."]
Di antara ulama yang memilih pendapat ini adalah Imam an-Nawawi Rahimahullah. Beliau berkata: "Inilah pendapat yang benar, bahkan yang paling tepat." [Syarhun Nawawi li Shahiih Muslim[VI/140-141].
Sementara as-Suyuthi Rahimahullah memastikannya bahwa waktu itu adalah ketika sedang dikumandangkan iqamat shalat. [Risalah Nuurul Lum'ah fii Khashaa-ishil Jumu'ah, karya as-Suyuthi.]
Kedua, waktu mustajab itu berada pada penghujung waktu setelah shalat 'Ashar.
Di antara dalil-dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh sebagian penulis kitab Sunan, dari Jabir bin 'Abdullah RA, dari Nabi SAW , beliau bersabda:
يَوْمُ الْجُمُعَةِ اثْنَتَا عَشْرَةَ سَاعَةً, لاَ يُوجَدُ فِيْهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ يَسْأَلُ اللهَ شَيْئًا إِلاَّ آتَاهُ إِيَّاهُ, فَالْتَمِسُوهَا آخِرَ سَاعَةٍ بَعْدَ الْعَصْرِ
"Hari Jum'at terdiri dari dua belas jam, tidaklah dijumpai seorang hamba Muslim pada waktu itu yang memohon sesuatu kepada Allah, melainkan Dia memberikan apa yang dimohonkannya. Maka carilah waktu itu pada penghujung waktu setelah shalat "Ashar." [HR. Abu Dawud, an-Nasa-i, dan al-Hakim]
Di antara ulama yang memilih pendapat ini adalah Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah, ia berkata: "Inilah pendapat mayoritas ulama Salaf, dan pendapat inilah yang disebutkan oleh kebanyakan hadits.
Sebagian ulama menyebutkan bahwa hikmahdirahasiakannya waktu ini adalah sebagai anjuran bagi seorang hamba agar bersungguh-sungguh dalam mencarinya, memperbanyak do'a, dan mengisi waktu untuk beribadah, sambil berharap dapat menepati waktu tersebut. [Fat-hul Baari[II/417] dengan saduran]
3. Siapapun yang melaksanakan shalat Jum'at dengan memperhatikan aturan-aturannya, maka dosanya antara Jum'at tersebut dengan Jum'at berikutnya akan diampuni.
Ini dijelaskan pada hadits yang disebutkan dalam Shahiihul Bukhari, dari Salman al-Farisi RA, ia berkata bahwa Nabi SAW bersabda:
"Tidaklah seorang laki-laki mandi pada hari Jum'at, bersuci semampunya, dan memakai minyak wangi atau menyentuh minyak wangi yang ada di rumahnya, kemudian ia keluar, ia memisahkan di antara dua orang [jamaah yang ada di masjid], setelah itu ia mengerjakan shalat sebanyak yang ia mampu, kemudian ia diam ketika imam sedang berkhutbah, melainkan dosanya antara hari Jum'at tersebut dengan Jum'at lainnya [berikutnya] akan diampuni." [Shahiih Bukhari [I/213], Kitab "al-Jumu'ah," Bab "ad-Duhn lil Jumu'ah."]
Dalam Shahiih Muslim disebutkan adanya tambahan tiga hari. Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, dari Nabi SAW, beliau bersabda:
"Barangsiapa mandi, kemudian medatangi shalat Jum'at, lalu ia mengerjakan shalat yang sebanyak yang dia mampu, setelah itu ia diam hingga[imam] selesai khutbahnya, lantas ia mengerjakan shalat bersamanya, niscaya dosanya antara Jum'at tersebut dengan Jum'at berikutnya ditambah tiga hari akan diampuni." [Shahiih Muslim [II/587], Kitab "al-Jumu'ah," Bab "Fadhl Man Asma'a wa Anshata fil Khutbah].
Disyariatkan supaya menjauhi dosa-dosa besar [al-kabaa-ir] bagi penghapusan dosa-dosa kecil. Sebagaimana hadits Rasulullah SAW :
"Shalat lima waktu, Jum'at satu ke Jum'at berikutnya, Ramadhan ke Ramadhan berikutnya, adalah penghapus bagi dosa-dosa yang ada di antaranya, selama dosa-dosa besar dihindari." [HR. Muslim].
4. Orang yang bergegas ke Masjid untuk mengerjakan shalat Jum'at akan memperoleh keutamaan yang besar.
Dalam kitab Shahiihul Bukhari dan Shahiih Muslim disebutkan dari Abu Hurairah RA. bahwa Rasulullah SAW bersabda:
"Barangsiapa mandi pada hari Jum'at seperti halnya mandi junub, lali ia berangkat [di awal waktu], seakan-akan ia berkorban seekor unta yang gemuk. Barangsiapa berangkat pada waktu kedua, seakan-akan ia berkorban seekor sapi. Barangsiapa berangkat pada waktu ketiga, seakan-akan ia berkorban seekor domba bertanduk. Barangsiapa berangkat pada waktu keempat, seakan-akan ia berkorban seekor ayam. Dan barangsiapa berangkat pada waktu kelima, seakan-akan ia berkorban sebutir telur. Kemudian, ketika imam telah keluar, para Malaikat pun hadir untuk mendengarkan khutbah." {[Shahiihul Bukhari [I/213], Kitab "al-Jumu'ah," Bab "Fadhlul Jumua'ah,"] dan [Shahiih Muslim [II/587], kitab 'al-Jumu'ah," Bab "Fadhlut Tahjiir Yaumul Jumu'ah." ]Redaksi hadits ini milik al-Bukhari}
5. Hari Jum'at adalah hari berkumpulnya kaum Muslimin di Masjid Jami' untuk shalat dan menyimak dua khutbah. Jum'at yang mengandung bimbingan, pengajaran, dan nasihat bagi kaum Muslimin, serta manfaat agamawi dan duniawi. Semua ini termasuk keberkahan hari Jum'at.
Hari ini juga memiliki keistimewaan-keistimewaan yang mulia lainnya. Ibnul Qayyim menyebutkan tiga puluh tiga keistimewaan. Bahkan, as-Suyuthi menyebutkan hingga seratus satu keistimewaan.
Seyogianya seorang Muslim memanfaatkan hari yang mulia dan diberkahi ini dengan melaksanakan ibadah-ibadah wajib dan sunnah, serta meluangkan waktu untunya hingga ia memperoleh pahala yang besar dan balasan yang melimpah. Allahumma, Aamiin.
Namun, para ulama dari kalangan Sahabat, Tabi'in, dan orang-orang setelah mereka, masih berbeda pendapat mengenai waktu ini; apakah masih tetap berlaku [hingga saat ini] ataukah telah dihilangkan? Mengenai pendapat yang menganggapnya masih tetap berlaku, para ulama berbeda pendapat mengenai batasannya, hingga lebih dari tiga puluh pendapat, seperti dikutip oleh al-Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah, lengkap dengan dalil-dalilnya. [Lihat Fat-hul Baari [II/416-421].
Di antara pendapat-pendapat ini, bisa dikatakan ada dua pendapat:
Pertama, waktu mustajab itu dimulai sejak duduknya imam [di mimbar] hingga berakhirnya shalat.
Salah satu dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Shahiih-nya, dari hadits Abu Burdah bin Abu Musa al-Asy'ari RA, 'Abdullah bin "Umar RA bertanya kepadanya: "Apakah kamu pernah mendengar ayahmu menyampaikan hadits dari Rasulullah SAW mengenai masalah satu waktu [mustajab] di hari Jum'at?" Abu Burdah berkata: "Ya, aku pernah mendengar ayahku berkata: 'Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda:
هِيَ مَا بَيْنَ أَنْ يَجْلِسَ الإِمَامُ إِلَى أَنْ تُقْضَى الصَّلاَةُ
'Waktu itu adalah antara duduknya imam hingga berakhirnya shalat." [Shahiih Muslim [II/584], Kitab "al-Jumu'ah," Bab "Fis Saa'ah al-Latii fii Yaumil Jumu'ah."]
Di antara ulama yang memilih pendapat ini adalah Imam an-Nawawi Rahimahullah. Beliau berkata: "Inilah pendapat yang benar, bahkan yang paling tepat." [Syarhun Nawawi li Shahiih Muslim[VI/140-141].
Sementara as-Suyuthi Rahimahullah memastikannya bahwa waktu itu adalah ketika sedang dikumandangkan iqamat shalat. [Risalah Nuurul Lum'ah fii Khashaa-ishil Jumu'ah, karya as-Suyuthi.]
Kedua, waktu mustajab itu berada pada penghujung waktu setelah shalat 'Ashar.
Di antara dalil-dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh sebagian penulis kitab Sunan, dari Jabir bin 'Abdullah RA, dari Nabi SAW , beliau bersabda:
يَوْمُ الْجُمُعَةِ اثْنَتَا عَشْرَةَ سَاعَةً, لاَ يُوجَدُ فِيْهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ يَسْأَلُ اللهَ شَيْئًا إِلاَّ آتَاهُ إِيَّاهُ, فَالْتَمِسُوهَا آخِرَ سَاعَةٍ بَعْدَ الْعَصْرِ
Di antara ulama yang memilih pendapat ini adalah Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah, ia berkata: "Inilah pendapat mayoritas ulama Salaf, dan pendapat inilah yang disebutkan oleh kebanyakan hadits.
Sebagian ulama menyebutkan bahwa hikmahdirahasiakannya waktu ini adalah sebagai anjuran bagi seorang hamba agar bersungguh-sungguh dalam mencarinya, memperbanyak do'a, dan mengisi waktu untuk beribadah, sambil berharap dapat menepati waktu tersebut. [Fat-hul Baari[II/417] dengan saduran]
3. Siapapun yang melaksanakan shalat Jum'at dengan memperhatikan aturan-aturannya, maka dosanya antara Jum'at tersebut dengan Jum'at berikutnya akan diampuni.
Ini dijelaskan pada hadits yang disebutkan dalam Shahiihul Bukhari, dari Salman al-Farisi RA, ia berkata bahwa Nabi SAW bersabda:
لاَ يَغْتَسِلُ رَجُلٌ يَوْمَ الْجُمُعَةِ, وَيَتَطَهَّرُ مَا اسْتَطَاعَ مِنْ طُهْرٍ, وَيَدَّهِنُ مِنْ دُهْنِهِ, أَوْ يَمَسُّ مِنْ طِيبِ بَيْتِهِ, ثُمَّ يَخْرُجُ فَلاَ يُفَرِّقُ بَيْنَ اثْنَيْنِ, ثُمَّ يُصَلِّي مَا كُتِبَ لَهُ, ثُمَّ يُنْصِتُ إِذَا تَكَلَّمَ اْلإِمَامُ, إِلاَّ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ اْلأُخْرَى
Dalam Shahiih Muslim disebutkan adanya tambahan tiga hari. Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, dari Nabi SAW, beliau bersabda:
مَنِ اغْتَسَلَ, ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ, فَصَلَّى مَا قُدِّرَ لَهُ, ثُمَّ أَنْصَتَ حَتَّى يَفْرُغَ مِنْ خُطْبَتِهِ, ثُمَّ يُصَلِّي مَعَهُ, غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ اْلأُخْرَى, وَفَضْلُ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ
"Barangsiapa mandi, kemudian medatangi shalat Jum'at, lalu ia mengerjakan shalat yang sebanyak yang dia mampu, setelah itu ia diam hingga[imam] selesai khutbahnya, lantas ia mengerjakan shalat bersamanya, niscaya dosanya antara Jum'at tersebut dengan Jum'at berikutnya ditambah tiga hari akan diampuni." [Shahiih Muslim [II/587], Kitab "al-Jumu'ah," Bab "Fadhl Man Asma'a wa Anshata fil Khutbah].
Disyariatkan supaya menjauhi dosa-dosa besar [al-kabaa-ir] bagi penghapusan dosa-dosa kecil. Sebagaimana hadits Rasulullah SAW :
اَلصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ
"Shalat lima waktu, Jum'at satu ke Jum'at berikutnya, Ramadhan ke Ramadhan berikutnya, adalah penghapus bagi dosa-dosa yang ada di antaranya, selama dosa-dosa besar dihindari." [HR. Muslim].
4. Orang yang bergegas ke Masjid untuk mengerjakan shalat Jum'at akan memperoleh keutamaan yang besar.
Dalam kitab Shahiihul Bukhari dan Shahiih Muslim disebutkan dari Abu Hurairah RA. bahwa Rasulullah SAW bersabda:
مَنِ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ غُسْلَ الْجَنَابَةِ, ثُمَّ رَاحَ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَدَنَةً, وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّانِيَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَقَرَةً, وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّالِثَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ كَبْشًا أَقْرَنَ, وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الرَّابِعَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ دَجَاجَةً, وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الْخَامِسَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَيْضَةً, فَإِذَا خَرَجَ اْلإِمَامُ حَضَرَتِ الْمَلاَئِكَةُ يَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ
"Barangsiapa mandi pada hari Jum'at seperti halnya mandi junub, lali ia berangkat [di awal waktu], seakan-akan ia berkorban seekor unta yang gemuk. Barangsiapa berangkat pada waktu kedua, seakan-akan ia berkorban seekor sapi. Barangsiapa berangkat pada waktu ketiga, seakan-akan ia berkorban seekor domba bertanduk. Barangsiapa berangkat pada waktu keempat, seakan-akan ia berkorban seekor ayam. Dan barangsiapa berangkat pada waktu kelima, seakan-akan ia berkorban sebutir telur. Kemudian, ketika imam telah keluar, para Malaikat pun hadir untuk mendengarkan khutbah." {[Shahiihul Bukhari [I/213], Kitab "al-Jumu'ah," Bab "Fadhlul Jumua'ah,"] dan [Shahiih Muslim [II/587], kitab 'al-Jumu'ah," Bab "Fadhlut Tahjiir Yaumul Jumu'ah." ]Redaksi hadits ini milik al-Bukhari}
5. Hari Jum'at adalah hari berkumpulnya kaum Muslimin di Masjid Jami' untuk shalat dan menyimak dua khutbah. Jum'at yang mengandung bimbingan, pengajaran, dan nasihat bagi kaum Muslimin, serta manfaat agamawi dan duniawi. Semua ini termasuk keberkahan hari Jum'at.
Hari ini juga memiliki keistimewaan-keistimewaan yang mulia lainnya. Ibnul Qayyim menyebutkan tiga puluh tiga keistimewaan. Bahkan, as-Suyuthi menyebutkan hingga seratus satu keistimewaan.
Seyogianya seorang Muslim memanfaatkan hari yang mulia dan diberkahi ini dengan melaksanakan ibadah-ibadah wajib dan sunnah, serta meluangkan waktu untunya hingga ia memperoleh pahala yang besar dan balasan yang melimpah. Allahumma, Aamiin.
Sumber : http://blog-salijo.blogspot.com/2015/05/keutamaan-dan-keberkahan-hari-jumat.html
0 Response to "Keutamaan dan Keberkahan Hari Jum'at"
Posting Komentar