SMP ISLAM YOGYAKARTA MENERIMA PESERTA DIDIK BARU TAHUN PELAJARAN 2024/2025

Ruwahan : Kebiasaan dari Dulu, Sekarang, dan Terus ... Selanjutnya

Iki sasi ruwah nuli sasi poso kewajiban kito kudu poso... dst. Demikian syair dan tembang jowo yang ada di masyarakat.
Ruwahan "Ojo Podo Lali"

Dan bahwa, sekarang ini adalah bulan Ruwah (Sya’ban) bulan yang kedelapan dan akan segera memasuki bulan kesembilan yaitu sasi poso (bulan Ramadlon). Di bulan Ruwah ada kebiasaan sebagian masyarakat yang sampai saat ini masih dilaksanakan di beberapa tempat dan daerah, yaitu kebiasaan atau tradisi Ruwahan (Arwahan). Tradisi yang dilakukan dengan berdoa untuk diri pribadi, orangtua dan keluarga, dan untuk kerabat, leluhur serta orang-orang yang telah meninggal, orang-orang yang telah beriman lebih dahulu dari pada kita semua.

Kegiatan Ruwahan semacam ini kadang dilakukan setiap keluarga, atau bersama-sama dengan anggota masyarakat. Kapan pertama kali Ruwahan ini dilakukan? Tidak dapat dipastikan kapan mulainya, tetapi telah dilakukan sebagai tradisi dan terus menerus lintas generasi, turun temurun ke anak cucu sampai saat ini.
Sebelumnya oleh poro winasis, sesepuh pinisepuh, dan para alim diberikan sebuah simbol-simbol sebagai perlambang dan hikmah berupa makanan yaitu “Ketan, Kolak dan Apem”.

Oleh karenanya di bulan Ruwah, makanan ini menjadi sangat familiar dan menjadi hampir dipastikan menjadi menu utama supaya segenap manusia tidak lalai akan dirinya. Tidak lalai akan ajaran tuntunan Rasulullah SAW bahwa bulan Sya’ban (Ruwah) adalah bulan kebaikan. Jangan lalai hanya untuk menantikan bulan Ramadlon tetapi kurang mempersiapkan apa yang harus dilakukan dan kurang memperhatikan diri dalam membersihkan jasmani dan rohani dalam menggapai Ridlo Ilahi Rabbi. Bukan sekedar menggelar makanan  “Ketan, Kolak dan Apem”.

Bulan Ruwah (Sya’ban) adalah bulan untuk menyirami dan memelihara amal-amal yang sudah baik tetap baik dan yang kurang baik menjadi baik. Karena Di bulan tersebut banyak yang lalai untuk beramal sholeh karena yang sangat dinantikan adalah bulan Ramadhan. Mengenai bulan Sya’ban, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ

Bulan Sya’ban adalah bulan di mana manusia mulai lalai yaitu di antara bulan Rajab dan Ramadhan. Bulan tersebut adalah bulan dinaikkannya berbagai amalan kepada Allah, Rabb semesta alam. Oleh karena itu, aku amatlah suka untuk berpuasa ketika amalanku dinaikkan.”(HR. An Nasa’i no. 2357)

Mengingatkan saja untuk diri pribadi dan handai taulan, bahwa baik dilakukan di bulan Sya’ban (Ruwah) dan di bulan-bulan yang lain adalah Puasa dan ziarah. Amalan yang disunnahkan di bulan Sya’ban adalah banyak-banyak berpuasa. ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata,

فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلاَّ رَمَضَانَ ، وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِى شَعْبَانَ

Aku tidak pernah sama sekali melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa secara sempurna sebulan penuh selain pada bulan Ramadhan. Aku pun tidak pernah melihat beliau berpuasa yang lebih banyak daripada berpuasa di bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari no. 1969 dan Muslim no. 1156)

Dan setelah bulan Sya’ban adalah bulan Ramadhan, sehingga bagi yang masih memiliki utang puasa, maka ia punya kewajiban untuk segera melunasinya, jangan ditunda sampai bulan Ramadhan berikutnya. Selanjutnya Kita diperintahkan melakukan ziarah kubur setiap saat agar hati kita semakin lembut karena mengingat kematian. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

زُورُوا الْقُبُورَ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُكُمُ الآخِرَةَ

Lakukanlah ziarah kubur karena hal itu lebih mengingatkan kalian pada akhirat (kematian).” (HR. Muslim no. 976).

Kembali kepada Ruwahan, Kenapa dikhususkan di bulan Ruwah?

Seperti Syawalan dilakukan berkaitan dengan bulan Syawal, Tradisi dan kebiasaan ini dilakukan pada bulan Ruwah karena bila tidak dilakukan di bulan Ruwah bukan Ruwahan. He he he.

Selanjutnya yang terpenting bagi kita adalah doa dari orang yang hidup kepada orang yang telah mati itu sangaaaat bermanfaat, dan bahkan di antara bentuk kemanfaatan doa adalah dapat diberikan kepada orang yang masih hidup dan juga orang yang telah mati.
Suatu tradisi yang baik ini boleh jadi dilakukan tidak hanya di bulan Ruwah saja, tetapi bisa hampir di setiap bulan, setiap pekan, bahkan setiap hari dan saat-saat yang mustajab, selalu berdoa karena doa adalah senjata bagi seorang yang beriman. Doa sebagai bentuk penghormatan dan bakti kita kepada orangtua.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

Jika seorang manusia mati maka terputuslah darinya amalnya kecuali dari tiga hal; dari sedekah jariyah atau ilmu yang diambil manfaatnya atau anak shalih yang mendoakannya.” (HR. Muslim no. 1631)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ مِمَّا يَلْحَقُ الْمُؤْمِنَ مِنْ عَمَلِهِ وَحَسَنَاتِهِ بَعْدَ مَوْتِهِ عِلْمًا عَلَّمَهُ وَنَشَرَهُ وَوَلَدًا صَالِحًا تَرَكَهُ وَمُصْحَفًا وَرَّثَهُ أَوْ مَسْجِدًا بَنَاهُ أَوْ بَيْتًا لاِبْنِ السَّبِيلِ بَنَاهُ أَوْ نَهْرًا أَجْرَاهُ أَوْ صَدَقَةً أَخْرَجَهَا مِنْ مَالِهِ فِى صِحَّتِهِ وَحَيَاتِهِ يَلْحَقُهُ مِنْ بَعْدِ مَوْتِهِ

Sesungguhnya yang akan selalu menemani orang beriman adalah ilmu dan kebaikannya. Setelah matinya ada ilmu yang ia ajarkan dan ia sebarkan, begitu pula anak shalih yang ia tinggalkan, juga ada di situ mushaf yang ia wariskan atau masjid yang ia bangun, atau rumah untuk ibnus sabil yang ia bangun, atau sungai yang ia alirkan, atau sedekah yang ia keluarkan dari hartanya ketika ia sehat dan semasa hidupnya. Itu semua akan menemaninya setelah matinya.” (HR. Ibnu Majah no. 242)

Di samping do’a dari seorang anak, amal shalihnya seorang anak juga bermanfaat untuk orang tuanya, meskipun ia tidak niatkan untuk kirim pahala pada orang tuanya. Apalagi diniatkan. Ini berarti amalan dari anaknya yang shalih masih tetap bermanfaat untuk orang tua walaupun sudah meninggal karena anak adalah hasil jerih payah orang tua.
Rasulullah SAW bersabda :
إِنَّ مِنْ أَطْيَبِ مَا أَكَلَ الرَّجُلُ مِنْ كَسْبِهِ وَوَلَدُهُ مِنْ كَسْبِهِ  

Sesungguhnya yang paling baik dari makanan seseorang adalah hasil jerih payahnya sendiri. Dan anak merupakan hasil jerih payah orang tua.” (HR. Abu Daud no. 3528 dan An Nasa’i no. 4451).


Nabi Muhammad SAW bersabda : 

دَعْوَةُ الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ لأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ مُسْتَجَابَةٌ عِنْدَ رَأْسِهِ مَلَكٌ مُوَكَّلٌ كُلَّمَا دَعَا لأَخِيهِ بِخَيْرٍ قَالَ الْمَلَكُ الْمُوَكَّلُ بِهِ آمِينَ وَلَكَ بِمِثْلٍ

Do’a seorang muslim kepada saudaranya di saat saudaranya tidak mengetahuinya adalah do’a yang mustajab (terkabulkan). Di sisi orang yang akan mendo’akan saudaranya ini ada malaikat yang bertugas mengaminkan do’anya. Tatkala dia mendo’akan saudaranya dengan kebaikan, malaikat tersebut akan berkata: “Amin. Engkau akan mendapatkan semisal dengan saudaramu tadi.” (HR. Muslim no. 2733).

Dan Allah SWT berfirman dalam QS. Al Hasy ayat 10 : 

وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإيمَانِ وَلا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar), mereka berdoa: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.“ (QS. Al Hasyr: 10).

Ayat di atas menunjukkan bahwa orang-orang terdahulupun berdoa yang ditujukan kepada orang yang masih hidup dan kepada orang yang telah meninggal dunia.

Marilah kita renungkan ... .

Allah SWT berfirman :
وَأَنْ لَيْسَ لِلإنْسَانِ إِلا مَا سَعَى

Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.” (QS. An Najm: 39).

Semoga ini sebagai bagian dari usaha yang kita lakukan dan usahakan, adalah berdoa dan mendoakan mereka semua. Seperti tersebut dalam doa tasyahud. Untuk itu, Marilah kita doakan orangtua, kerabat keluarga dan orang-orang mukmin yang sekarang ataupun yang terdahulu baik laki-laki ataupun perempuan, insya Allah akan mendapat bagian doa pula dari anak cucu kemudian.

http://blog-salijo.blogspot.com/2015/05/ruwahan-kebiasaan-dari-dulu-sekarang.html

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Ruwahan : Kebiasaan dari Dulu, Sekarang, dan Terus ... Selanjutnya"

Posting Komentar

Program Reguler dan Boarding Shcool
PPDB 2020